Sabtu, 05 November 2011

TUMOR PARU


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan pembuluh darah. Penyakit tumor paru ini merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah. Namun demikian, tumor paru dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala etnis. Dari insiden ini maka kami mengambil asma sebagai topik yang patut untuk diunggah.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat penulis rumuskan suatu permasalahan yakni apa yang dimaksud dengan tumor paru dan bagaimana patofisiologi gangguan pernafasan tumor paru?

1.3.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah
1.      Agar mahasiswa mampu menguraikan tentang gangguan patofisiologi gangguan pernafasan khususnya mengenai tumor paru.
2.      Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai gangguan patofisiologi gangguan pernafasan khususnya mengenai tumor paru.
3.      Mengetahui karakteristik  tentang gangguan patofisiologi gangguan pernafasan khususnya mengenai tumor paru.

1.4.  Metode Penulisan
Dalam penulisan paper ini ditempuh metode-metode tertentu untuk mengumpulkan beberapa data dan mengolah data tersebut. Untuk pengumpulan Data dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu mengumpulkan berbagai sumber yang memuat materi yang terkait dengan patofisiologi gangguan pernapasan khususnya mengenai tumor paru. Sumber tersebut seperti internet dan berbagai buku referensi. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode dengan jalan menyusun data atau fakta-fakta yang telah diperoleh secara sistematis dan menuangkannya dalam suatu simpulan yang disusun atas kalimat-kalimat.



















BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1. Pengertian Tumor Paru
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC ( Small Cell Lung Cancer ) dan NSLC ( Non Small Cell Lung Cancer / Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar )
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. ( Hood Al sagaff, dkk 1993 )
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker. ( Zerich 150105 Weblog, by Erich )
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

2.2. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

2.3. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1.      Karsinoma Bronkogenik.
a.      Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
        b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c.       Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d.      Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
       e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
       f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.

2.4. Manifestasi Klinis
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c.    Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
2.5. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
               Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid ( sel skuamosa ). Karsinoma sel kecil ( sel oat ), karsinoma sel besar ( tak terdeferensiasi ) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.

2.6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b.   Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

2.7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a.       Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b.  Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c.    Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)


Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
 Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

2.8. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
Keadaan umum: lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
2. Kebutuhan dasar:
·        Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya sekret dan terjadi kesulitan menelan(disfagia), penurunan berat badan.
·        Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)
·        Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada.
·        Aktivitas : keletihan, kelemahan
     3. Pemeriksaan fisik
- Sistem pernafasan
·         Sesak nafas, nyeri dada
·         Batuk produktif tak efektif
·         Suara nafas: mengi pada inspirasi
·         Serak, paralysis pita suara.
- Sistem kardiovaskuler
·         tachycardia, disritmia
·         menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
- Sistem gastrointestinal
·         Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan menurun.
-           Sistem urinarius
Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
- Sistem neurologis
·         Perasaan takut/takut hasil pembedahan
·         Kegelisahan
4. Data Penunjang
·         Foto dada, PA dan lateral
·         CT scan/MRI
·         Bronchoscope
·         Sitologi
 Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak, haus, Anoreksia, disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan frekuensi/jumlah urine, Takut
2. Data Objektif
Batuk produktif, Tachycardia/disritmia, Menunjukkan efusi, Sianosis, pucat, Edema, Demam Gelisah




2.9. Diagnosa Keperawatan
( Doenges, Marylin, hal 191 dan Engram, Barbara ( Zerich 150105, weblog )
·         Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial sekunder karena invasi tumor
·         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru
·         Ketakutan / ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan

2.10. Rencana Keperawatan
( Doenges, Marilyn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC )
1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi.
Intervensi
1.Auskultasi dada untuk karakter bunyi napas atau adanya sekreat.
Rasional : Pernapasan bising, ronki dan menunjukkan tertahannya sekreat / obstruksi jalan napas
2.Observasi jumlah dan karakter sputum / aspirasi sekret. Selidiki jalan perubahan sesuai indikasi
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tidak berwarna ( atau berck darah 1 berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan
3.Dorong masukan cairan per oral ( sedikitnya 2500 ml / hari ) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekreat hilang / peningkatan keluaran
4.Kaji nyeri / ketidak nyamanan dan obati dengan dosis rutin dan lakukan latihan pernapasan
Rasional : Mendorong pasien untu bergerak, batuk lebih efektif dan napas lebih dalam untuk mencegah kegagalan napas. ( pernapasan )
5.Berikan atau bantu dengan IPPB, spirometriinsentif, meniup botol, drainase postural / perkusi sesuai indikasi.
Rasional : Memperbaiki ekspansi paru / vemntilasi dan mudahkan pembuangan sekret.
Catatan : Drainase postuural dapat dikotraisdikasikan pada beberapa pasien dan pada setiap kejadian harus dilakukan untuk mencegah gangguan pernapasan dan ketidaknyamanan insisi.
6.Gunakan oksigen, humidifikasi / nebuliser. Berikan cairan tambahan melalui IV sesuai indikasi
Rasional : Memberikan hidrasi maksimal membantu penghilangan / pengenceran sekret untuk meningkatkan pengeluaran
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekaran saraf oleh tumor paru
Intervensi
1.Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri ( P,Q,R,S,T ) misal : terus-menerus, sakit menusuk, terbakar. Buat skala nyeri 0-10 rentang intensitasnya.
Rasional : Membantu dalam mengevaluasi gejala nyeri karena kanker yang dapat melibatkan visera, saraf atau jaringan tulang. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat unutk evaluasi keefektifan analgetik,
meningkatkan kontrol nyeri
2.Kaji pertanyaan verbal dan non verbal nyeri pasien
Rasional : Ketidak sesuaian antara petunjuk verbal atau non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan / keefektifan intervensi
3.Berikan tindakan kenyamanan. Misal : sering ubah posisi, pijat punggung, sokongan bantal, dorong penggunaan teknik relaksasi, misal : visualisasi, bimbingan imajinasi dan aktivitas hiburan yang tepat.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian. Menghilangkan ketidak nyamanan dan meningkatkan efek terapeutik analgesik
4.Bantu aktivitas perawatan diri, pernapasan / latihan tangan dan ambulasi
Rasional : Mencegah kelemahan yang tidak perlu dan regangan insisi
Mendorong dan membantu fisik mungkin diperlukan untuk beberapa waktu sebelum
pasien merasa percaya diri untuk melakukan aktivitas ini karena nyeri atau takut nyeri
5.Berikan analgetik rutin sesuai indikasi, khususnya 45-60 menit sebelum tindakan napas dalam / latihan batuk. Bantu sengan PAC atau analgesik melalui kateter epidural.
Rasional : Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari “ puncak ” periode nyeri, alat dalam menyembuhkan otot dan memperbaiki fungsi pernapasan dan kenyamann / koping emosi
3. Ketakutan / ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan
Intervensi
1.Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa
Rasional : Pasien atau orang terdekat mendengar atau mengasimilasi informasi baru yang
meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup
.
2.Akui rasa takut / masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien membuka / menerima kenyataan kanker dan
pengobatan
3.Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi atau salh interprestasi terhadap informasi
4.Terima penyangkalan pasien tapi jangan dikuatkan
Rasional : Bila penyangkalan ektrim atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaian
5.Catat komentar atau perilaku yang menunjukkan menerima dan atau menggunakan strategi efektif menerima situasi
Rasional : Takut atau ansietas menurun, pasien mulai menerima / secara positif dengan
kenyataan. Indiokator kesiapan pasien untuk menerima tanggung jawab untuk
berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.







BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Penyebab tumor paru yakni dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.

3.2. Saran
Dengan mempelajari paper ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu menjelaskan mengenai asma, hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya asma dan tindakan apa yang dilakukan untuk mengobati penyakit asma dan cara pencegahannya.







DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Brunner and Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Mediaesculapius
Price, Sylvia. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar